Wellcome To http://yanzheinjeksi.blogspot.com/ Alamat Jln. Lasitarda Kel.Kambu - Andounohu (Kendari/Sultra) Phone 082346090036 Email: wayan_sukanta@rocketmail.com

Halaman

AKDR

Prosedur Pemasangan AKDR (IUD)


AKDRApabila prosedur pemasangan telah dijelaskan dan pertanyaan atau kekhawatiran wanita telah diatasi, maka ia kemungkinan besar menjadi lebih santai saat prosedur sehingga memfasilitasi pemasangan dan meminimalkan rasa tidak nyaman. Teknik pemasangan yang benar dapat secara bermakna mengurangi risiko kehamilan dan komplikasi-ekspulsi, perdarahan dan nyeri, perlorasi serta infeksi.

B. Peralatan Yang Diperlukan Untuk Pemasangan

1. Lampu
2. Speculum dua katup
3. Apusan bakleriologis (apabila diindikasikan)
4. Lidi kapas
5. Larutan antiseptik
6. Sarung tangan bersih
7. Wadah sekali pakai untuk instrument yang sudah dipakai dan sampah klinis
8. Baki/bengkok steril (wadah untuk instrument pemasangan)
9. Forseps steril 10 inci untuk memegang spons
10. Sonde uterus lentur steril yang berskla sentimeter
11. Forseps jaringan 12 inci atau tenaklum satu-gigi dengan ujung tumpul yang steril
12. Gunting yang cukup panjang sehingga dapat memotong benang

C. Penentuan Waktu Pemasangan

AKDR dapat dipasang setiap saat selama siklus menstruasi asalkan kehamilan sudah disingkirkan. AKDR dapat dipasang segera setelah terminasi kehamilan secara penghisapan atau evakuasi aborsi spontan, dan 6 minggu setelah persalinan per vaginam atau melalui seksio sesarea. Pemasangan AKDR pascaplasenta (dalam 48 jam setelah melahirkan) juga aman dan nyaman, terutama apabila wanita selanjutnya sulit berhubungan dengan petugas kesehatan, tetapi angka eksplulsinya tinggi.
Pemasangan AKDR selama masa menstruasi secara konvensional dianjurkan karena beberapa alasan berikut: kecil kemungkinannya ada kehamilan, serviks lebih lunak dan os internus sedikit membuka, kemungkinan pemasangan lebih mudah, dan perdarahan setelah pemasangan tersamar oleh darah menstruasi. Namun, juga ada kekurangan-angka ekspulsi sedikit lebih tinggi karena kontraktilitas uterus meningkat dan sebagian wanita tidak senang apabila diperiksa saat menstruasi.


D. Teknik Pemasangan

Karena metode pemasangan berbeda untuk masing-masing alat, maka pemasangan paling aman apabila kita mengikuti petunjuk produsen dengan cermat.
  • Sepanjang prosedur, harus diterapkan teknik “jangan menyentuh” (no touch technique). Bagian dari sonde dan alat pemasangan yang sudah terisi yang masuk ke dalam uterus jangan disentuh, bahkan dengan tangan yang sudah bersarung, kapanpun. Dengan demikian, pemakaian sarung tangan yang bersih (non-steril) sudah memadai.
  •  Setelah pemeriksaan panggul bimanual, serviks dipajankan dengan speculum sementara wanita berbaring dalam posisi litotomi modifikasi atau posisi lateral.
  • Serviks dibersihkan dengan antiseptik dan dipegang dengan forseps atraumatik 12 inci (forseps Allis panjang sering digunakan). Tarikan ringan untuk meluruskan kanalis uteroservikalis membantu pemasangan AKDR di fundus.
  • Sonde uterus dimasukkan dengan htai-hati untuk menentukan kedalaman dan arah rongga uterus serta arah dan kepatenan kanalis servikalis apabila dijumpai spasme/stenosis serviks, maka mungkin perlu dipertimbangkan pemberian anestetik lokal dan dilatasi os serviks.
  • AKDR dimasukkan ke dalam alat pemasangan sehingga AKDR akan berletak rata dalam bidang transversal rongga uterus saat dilepaskan.
  • AKDR jangan berada di dalam alat pemasanga lebih dari beberapa menit karena alat ini akan kehilangan “elastisitasnya” dan bentuknya akan berubah.
  • Tabung alat pemasanga secara hati-hati dimasukkan melalui kanalis servikalis, AKDR dilepaskan sesuai instruksi spesifik untuk masing-masing alat kemudian alat pemasang dikeluarkan.
  • Setelah pemasangan, dianjurkan untuk melakukan sonde kanalis ulang untuk menyingkirkan kemungkinan AKDR terletak rendah. AKDR harus diletakkan di fundus agar insidensi ekspulsi dan kehamilan rendah.
  • Benang AKDR harus dipotong dengan gunting panjang sampai sekitar 3 cm dan os eksternus.

E. Teknik Pengeluaran

Benang terlihat

  1. Gunakan speculum untuk melihat serviks dan lihat dengan jelas adanya benang AKDR
  2. Jepit benang (-benang) dengan kuat dekat os eksternus dengan forceps arteri lurus.
  3. Lakukan tarikan lembut kea rah bawah. Biasanya AKDR akan tertarik dengan mudah dan dengan nyeri minimal. Apabila dijumpai tahanan, atau apabila pasien merasa nyeri, hentikan tarikan dan Periksa ukuran dan posisi uterus dengan pemeriksaan bimanual.
  4. Jepit serviks dengan forceps jaringan dan lakukan terikan lembut untuk meluruskan kanalis uteroservikalis.
  5. Lanjutkan terikan pada benang dan keluarkan AKDR seperti biasa.
  6. Kadang-kadang kita perlu memberikan anestesia lokal untuk mengurangi rasa tidak nyaman saat pengeluaran.

Apabila benang putus

Sewaktu pengeluaran, kanalis servikalis harus dieksplorasi secara hati-hati dengan forseps arteri lurus untuk memeriksa apakah ujung bawah AKDR telah turun ke kanalis servikalis. Apabila terasa, maka batang vertical AKDR dapat dijepit dan dikeluarkan. Apabila AKDR seluruhnya berada di dalam rongga uterus, maka dapat dilakukan eksplorasi rongga uterus dengan forceps bengkok yang kecil dan panjang atau “pengait” untuk mengetahui lokasi dan mengeluarkan AKDR. Dilatasi serviks dapat dicapai dengan pemberian misoprostol 400 μg per vagina sebelum eksplorasi uterus. Hanyar dokter yang berpengalaman dalam teknik intrauterus yang boleh melakukan prosedur semacam ini.
3. Perubahan AKDRAKDR sebaiknya tidak diganti sebelum interval yang dianjurkan karena pengeluaran dan pemasangan kembali meningkatkan risiko kegagalan, ekspulsi, dan infeksi. Pada wanita yang berusia 40 tahun atau lebih, AKDR yang mengandung tembaga dapat dibiarkan di tempatnya sampai 12 bulan setelah periode menstruasi terakhir.

EKG

Definisi EKG  (Elektrokardiografi) 

Elektrokardiografi ( EKG atau ECG ) adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas listrik jantung berupa grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu. Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven pada tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu instrumen yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan ( milivolt ) jantung (Sundana, 2008).

Indikasi Pemasangan EKG
Menurut Skill Lab. Sistem Kardiovaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 2009 :
1)      Pasien dengan kelainan irama jantung
2)      Pasien dengan kelainan miokard seperti infark
3)      Pasien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
4)      Pasien dengan gangguan elektrolit
5)      Pasien perikarditis
6)      Pasien dengan pembesaran jantung
7)      Pasien dengan kelainanPenyakit inflamasi pada jantung.
8)      Pasien di ruang ICU
Sadapan pada EKG
Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang jelas terhadap jantung. Menurut Sundana, 2008, Sadapan mesin EKG terbagi menjadi dua:
  1. Sadapan bipolar(I,II,III)
Sadapan ini dinamakan bipolar karena merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode. Sadapan ini memandang jantung secara arah vertikal (atas ke bawah dan kesamping)
Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan dari jantung melalui empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-masing LA(left arm), RA (right arm), LF(left foot), dan RF(right foot). Dari empat electrode ini akan dihasilkan beberapa sudut atau sadapan sebagai berikut:
  1. Sadapan I. Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial listrik antara RA yang dibuat bermuatan (-) dan LA yang dibuat bermuatan (+) sehingga arah listrik jantung bergerak ke sudut 0o(sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan demikian bagian lateral jantung dapat dilihat oleh sadapan I
  2. Sadapan II. Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang dibuat bermuatan (-) dan LF yang dibuat bermuatan (+)sehingga arah listrik bergerak sebesar +60o(sudutnya ke arah  inferior) Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat dari sadapan II
  3. Sadapan III. Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang dibuat  bermuatan(-) dan RF yang bermuatan (+) sehingga listrik bergerak sebesar sudut +120o(sudutnya ke arah inferior). Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh sadapan III.
 
   



 

Gambar 1. Sadapan Bipolar

2. Sadapan Unipolar
a)      Unipolar Ekstremitas
Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas. Gabungan electrode pada ekstremitas lain membentuk electrode indifferent(potensial 0). Sadapan ini diletakkan pada kedua lengan dan kaki dengan menggunakan kabel seperti yang digunakan pada sadapan bipolar. Vector dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut pandang terhadap jantung dalam arah vertical.
  1. Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA yang dibuat bermuatan (+) dengan RA dan LF yang dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah -30o(sudutnya kearah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral jantung dapat dilihat juga oleh sadapan aVL.
  2. Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF yang dibuat bermuatan (+) dengan RA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah +90o (tepat kearah inferior). Dengan demikian bagian inferior jantung selain sadapan II dan III dapat juga dilihat oleh sadapan aVF
  3. Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA yang dibuat bermuatan (+) dengan LA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah berlawanan dengan arah listrik jantung -150o (arah kanan ekstrem).
Sadapan bipolar dan unipolar ekstremitas  belum cukup sempurna untuk mengamati adanya kelainan di seluruh jantung. Sehingga akan dilengkapi dengan unipolar prekordial.
 
 

Gambar 2. unipolar ekstremitas

b)      Unipolar prekordial
Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensi listrik dengan electrode eksplorasi diletakkan pada dinding dada. Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh dari penggabungan ketiga elektrode ekstremitas. Sadapan ini memandang jantung secara horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral, posterior dan ventrikel sebelah kanan).
Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat diperluas ke daerah posterior dan ventrikel kanan. Untuk posterior dapat ditambahkan V7, V8, dan V9, sedangkan untuk ventrikel kanan dapat dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R, V5R, V6R, V7R, V8R, V9R.
Penempatan dilakukan berdasarkan urutan kbel-kabel yang terdapat pada mesin EKG yang dimulai dari nomor V1-V6. Sekalipun mesin hanya menyediakan 6 elektrode prekordial, namun untuk penambahan bagian-bagian pada V7-V9 dan V1R-V9R dapat digunakan elektrode prekordial manapun sesuai keinginan, hanya nomor-nomornya diubah secara manual pada kertas hasil rekaman dengan menggunakan bolpoin/tinta. Penentuan letak disesuaikan pada urutan sebagai berikut.
Penempatan elektroda
Daerah kiri
 
V1: Ruang intercostal IV garis sternal kanan
V2: Ruang intercostal IV garis sternal kiri
V3: Pertengahan antara V2 dan V3
V4: Ruang interkostal V midclavikula kiri
V5: Sejajar V4 garis aksila depan
V6: Sejajar V4 garis mid aksila kiri
Bagian posterior

V7: Ruang interkostal V garis aksila posterior kiri
V8: Ruang interkostal V garis skapula posterior kiri
V9: Ruang interkostal V samping kiri tulang belakang
Daerah kanan
 
V1R diletakkan seperti V1
V2R diletakkan seperti V2.
V3R: Antara V1-V4R
V4R:Ruang interkostal ke-5 garis midklavikula kanan
V5R:Ruang interkostal ke-5 antara V4R-V5R
V6R: ICS ke-5 garis mid aksila kanan

Sebelum manambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan prekordial dari V1-V6 dilepas terlebih dulu dari dinding dada. Selanjutnya, untuk sadapan V7-V9 dapat digunakan sadapan prekordial mana pun (elektrode prekordial V1-V3 atau V3-V6 sesuai keinginan).
Letak jantung di lihat dari sadapan
Menurut  Sundana, 2008
Daerah jantung
Sadapan
Inferior
II, III, dan aVF
Anterior
V3, V4
Septal
V1, V2
Lateral
I, aVL, V5, dan V6
Posterior
V1-V4 resiprokal
Ventrikel kanan
V3R-V6R

Kertas EKG


Gambar 4. kertas EKG
Ada 2 macam kotak dalam EKG yaitu kotak kecil dengan ukuran 1 mm x 1 mm atau 0,04 detik x 0,04 detik. Yang kedua yaitu kotak sedang/besar dengan ukuran 5 mm x 5 mm atau 0,20 detik x 0,20 detik.
Normal kecepatan mesin EKG sebesar 25mm/detik . Ini artinya dalam 1 detik mewakili 25mm atau 25 kotak kecil dalam bidang horizontal. Dengan standar voltase 1 mVolt, yang artinya dengan standarisasi 1 mVolt akan menghasilkan defleksi vertikal sebesar 10 mm atau 10mm/mVolt. Jadi 1 kotak kecil sama dengan 0,1mVolt.
jadi,
1 kotak kecil = 1 mm = 0,04 detik = 0,1 mVolt
5 kotak kecil = 5 mm = 1 kotak besar/sedang = 0,20 detik = 0,5 mVolt
10 kotak kecil = 10 mm = 2 kotak besar/sedang = 0,40 detik = 1 mVolt
25 kotak kecil = 25 mm = 5 kotak besar/sedang = 1 detik
15 kotak besar/sedang = 3 detik
30 kotak besar/sedang = 6 detik

Menghitung laju jantung
  1. jarak R-R 
1 kotak sedang                                                : 300x/menit
2 kotak sedang                                                : 150x/menit
3 kotak sedang                                                : 100x/menit
4 kotak sedang                                                : 75x/menit
5 kotak sedang                                                : 60x/menit
6 kotak sedang                                                : 50x/menit
  1. hitung jumlah R-R dalam 6 kotak besar = 6 detik. Jumlah Rx10 = heart rate/ menit 
  2. 1500/jarak R-R (dalam mm) = heart rate/ menit 


Cara Merekam EKG
Persiapan Pasien sebelum Prosedur EKG 

 Persiapan pemasangan
  1. Persiapan Pasien
    1. Beri penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan
    2. Atur posisi pasien terlentang,
    3. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan gerakan selama pemeriksaan berlangsung
    4. Pertahankan privasi pasien  ( Anonim,2008 )
    5. Persiapan alat dan bahan
Menurut Waluya, 2009 :
  1. Persiapan alat :
    1. Persiapkan alat EKG, misalnya EKG dari “Fukuda” model FJC-7110 yang memiliki dua tombol untuk power, lengkap dengan kabel power, kabel pasien, kabel ground, elektroda ekstermitas dan elektroda precordial serta kertas perekam khusus atau termal paper.
    2. Bengkok
    3. Persiapan bahan:
a. Pasta/jelly elektroda
b.Alkohol 70 %
c. Kapas
  1. Prosedur
    1. Mempersiapkan alat EKG
    2. Menghubungkan kabel power ke Saklar.
    3. Menghubungkan kabel ground ke saluran ledeng atau ke tanah dengan kabel dibungkus kasa lembab
    4. Memastikan alat berfungsi dengan baik.
    5. Mempersiapkan Pasien               
    6. Pasien dipersilahkan membuka baju atas dan kaos dalamnya serta berbaring di atas tempat tidur, dan dianjurkan untuk tidak tegang  (rileks) serta memberitahu prosedur yang akan dilakukan.
    7. Membersihkan tempat-tempat yang akan ditempel elektroda dengan kapas alkohol 70 % pada bagian ventral kedua lengan bawah (dekat pergelangan tangan) dan bagian lateral ventral kedua tungkai bawah ( dekat pergelangan kaki), serta dada. Jika perlu dada dan pergelangan kaki dicukur.
    8. Keempat elektroda ekteremitas diberi jelly.
    9. Oleskan sedikit pasta elektroda pada tempat-tempat yang akan dipasangkan elektroda.
10.  Pasang keempat elektroda ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki, dengan ketentuan sbb:
Merah : lengan kanan (RA)
Kuning : lengan kiri (LA)
Hijau : Tungkai kiri (LF)
Hitam : tungkai kanan (RF)
11.  Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi untuk elektroda
12.  Pasang elektroda prekordial (V1-V6) disesuaikan dengan kabel.
13.  Tekan “On” untuk menghidupkan alat.
14.  Atur posisi jarum penulis agar terletak ditengah lebar kertas, kemudian membuat rekaman kalibrasi.
15.  Membuat rekaman EKG dari ; Lead I, Lead II. Lead III, aVR, aVL, aVf, V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.
16.  Rekaman setiap sadapan dibuat minimal 3 siklus.
17.  Setelah selesai membuat rekaman tekan power “Off “, elektroda dilepas, sisa pasta elektroda pada orang coba dibersihkan dan dipersilahkan mengenakan baju kembali.
18.  Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempat seperti semula.
Hal-hal berikut ini harus diperhatikan untuk memastikan tidak adanya artefak dan teknik perekaman yang jelek :
  1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman atau pada meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus istirahat total untuk memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling baik dengan menjelaskan tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk menghilangkan ansietas. Gerakan atau kedutan otot oleh pasien dapat merubah rekaman.
  2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat mengakibatkan rekaman suboptimal.
  3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV) akan menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan kompleks voltase yang tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
  4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-balik.
  5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus intravena yang diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG(anonim, 2008)
Gelombang EKG
 
 


Menurut Sundana (2008)
Gelombang P
Gelombang P merupakan gelombang awal hasil depolarisasi di kedua atrium. Normalnya kurang dari 0,12 detik dan tingginya (amplitudo) tidak lebih dari 0,3 mV.
Gelombang P secara normal selalu defleksi positif (cembung ke atas) di semua sadapan dan selalu defleksi negatif (cekung ke bawah) di sadapan aVR. Akan tetapi, kadang-kadang ditemukan defleksi negatif di sadapan V1 dan hal ini merupakan sesuatu yang normal.
Kompleks QRS
Terdiri atas gelombangQ-R dengan / atau S. Gelombang QRS merupakan hasil depolarisasi kedua ventrikel . Secara normal, lebar kompleks QRS adalah 0,06 detik-0,12 detik dengan amplitudo yang bervariasi bergantung pada sadapan.
Cara penamaan kompleks QRS sebagai berikut:
  1. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke atas, hal ini dinamakan gelombang R, dan selanjutnya turun hingga batas kiri isoelektris. Setelah melewati garis isoelektris, gelombang tersebut turun yang dinamakan gelombang S. Setelah itu naik kembali hingga batas isoelektris dan membentuk gelombang T.
  2. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke bawah, hal ini dinamakan gelombang Q, lalu naik hingga batas garis isoelektris. Setelah melewati garis sioelektris, gelombang teresbut naik dan dinamakan gelombang R. Setelah itu, R turun kembali hingga batas isoelektris dan membentuk gelombang T.
Oleh karena kompleknya gelombang QRS ini, maka tidak harus selalu disertai gelombang Q dan S.

 
   
Gelombang Q Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif . Secara normal, lebarnya tidak lebih dari 0,04 detik dan dalamnya kurang dari 45% atau 1/3 tinggi gelombang R
Gelombang R
Merupakan gelombang defleksi positif di semua sadapan, kecuali aVR. Penampakannya di sadapan V1 dan V2 kadang-kadang kecilatau tidak ada, tetapi masih normal.
Gelombang S
Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif. Secara normal, gelombang S berangsur-angsur menghilang pada sadapan V1-V6. gelombang ini sering terlihat lebih dalamdi sadapan V1 dan aVR, dan ini normal
Gelombang T
Gelombang T merupakan gelombang hasil repolarisasi di kedua ventrikel. Normalnya positif dan terbalik di aVR.
Gelombang U
Gelombang U merupakan gelombang yang muncul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Umumnya merupakan suatu kelainan hipokalemia
Interval PR
Interval PR adalah garis horizontal yang diukur dari awal gelombang P hingga awal komplek QRS. Interval ini menggambarkan waktu yang diperlukan dari permulaan depolarisasi atrium sampai awal depolarisasi ventrikel atau waktu yang diperlukan impuls listrik dari nodus SA menuju serabut purkinye, dan normalnya 0,12-0,20 detik.
Interval QT
Interval QT merupakan garis horizontal yang diawali dari gelombang Q sampai akhir gelombang T. Interval ini merupakan waktu yang diperlukan ventrikel dari awal terjadinya depolarisasi sampai akhir polarisasi. Panjang interval QT bervariasi tergantung pada frekuensi jantung (Heart rate). Perhitungan akuratdari QTc (QT correction)ini dapat dibantu dengan menggunakan alat nomogram atau dengan formulasi berikut
QTc=QT/(jarakR-R)1/2
Batas normal interval QT pada laki-laki berkisar 0,42-0,44 detik, sedangkan pada wanita 0,43-0,47.
Segmen ST
Segmen ST merupakan garis horizontal setelah akhir QRS sampai awal gelombang T. segmen ini merupakan waktu depolarisasi ventrikel ynag masih berlangsung sampai dimulainya awal repolarisasi ventrikel. Normalnya, sejajar garis isoelektris.
Segmen ST yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi yang turun di bawah isoelektris dinamakan ST depresi. ST elevasi dapat menunjukkan dadanya suatu infark miokard dan ST depresi menunjukkan adanya iskemik miokard.
Aksis jantung
Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horisontal. Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d +110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara +110 s/d -180 derajat.

Cara menginterpretasikan ECG strip
  1. Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak
  2. Tentukan irama jantung ( “Rhytm”)
  3. Tentukan frekwensi (“Heart rate”)
  4. Tentukan sumbu jantung (“Axis”)
  5. Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)
  6. Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)
  7. Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang pacu jantung)

  1. Menentukan frekwensi jantung
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
  1. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
  2. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
  3. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik tersebut kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
  4. Menentukan Irama Jantung
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut :
  1. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
  2. Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)      
  3. Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
  4. Tentukan interval PR normal atau tidak
  5. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)
Kriteria Irama Sinus adalah :
  1. Iramanya  teratur
  2. frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
  3. Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
  4. Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
  5. PR interval normal (0,12-0,20 detik)
Menurut anonym (2008), kelainan jantung jika dilihat dari gelombang PQRST yaitu:
  1. Irama atrial (non sinus) dapat mempunyai gelombang P di depan kompleks QRS, tapi sumbu P abnormal (diluar quadrant 0 sampai + 90o).
  2. Sumbu QRS, Sumbu T, Sudut QRS-T
1)      Sumbu QRS
Tabel sumbu QRS normal
Umur
Normal
1 minggu – 1 bulan
1 – 3 bulan
3 bulan – 3 tahun
> 3 tahun
Dewasa
+ 110o (+30o sampai + 180o)
+  70o (+10o sampai + 125o)
+  60o (+10o sampai + 110o)
+  60o (+20o sampai + 120o)
+  50o (–30o sampai + 105o)

Sumbu QRS yang tidak normal:
  1. LAD dengan sumbu QRS lebih rendah dari batas normal terlihat pada LVH, LBBB dan Left Anterior Hemiblock (atau sumbu QRS superior khas pada Atrio Ventricular Septal Defect dan atresia trikuspid)
  2. RAD dengan sumbu QRS lebih besar dari batas normal terlihat pada RVH dan RBBB
  3. Sumbu QRS superior terjadi bila gelombang S di aVF lebih besar dari gelombang R, termasuk disini
2)      Sumbu T yang normal berada dalam batas 0 sampai +90o (gelombang T di I dan aVF tegak). Sumbu T yang abnormal yakni diluar quadran 0 sampai +90o (gelombang T di I dan aVF terbalik) biasanya menghasilkan sudut QRS-T yang lebar, tampak pada repolarisasi miokard yang abnormal (miokarditis dan iskemia miokard), hipertrofi ventrikel dengan strain atau RBBB.
3)      Sudut QRS-T adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu QRS dan sumbu T, nilai normal kurang dari 60o (kecuali pada neonatus yang kemungkinan lebih dari 60o). Sudut QRS-T lebih dari 90o dipastikan abnormal, misalnya pada hipertrofi ventrikel dengan strain, gangguan antaran ventrikular, dan disfungsi miokard akibat gangguan metabolik atau iskemia.
  1. Interval dan Durasi
    1. Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS. Semakin tua usia dan semakin lambat denyut jantung, interval PR semakin panjang. Interval PR yang panjang (AV blok derajat 1) terlihat pada: disfungsi miokard, miokarditis, penyakit jantung tertentu (Atrial Septal Defect primum, AtrioVentricular Septal Defect, anomali Ebstein), intoksikasi digitalis, hiperkalemia, tetapi bisa pada jantung yang normal. Interval PR yang pendek terjadi pada preeksitasi (sindroma Wolff Parkinson White – WPW), sindroma Lown Ganong Levine dan glycogen storage disease. Interval PR yang berubah-ubah tampak pada wandering atrial pacemaker, dan Wenkebach (Mobitz tipe I) AV blok derajat 2.
    2. Interval QT yang panjang tampak pada hipokalsemia, miokarditis, peyakit miokard yang difus, sindroma Long QT, dan trauma kepala. Pemakaian obat anti aritmia golongan I-A, I-C dan III, antipsikotik phenothiazin, antidepresan trisiklik, antibiotik, antihistamin, arsenik dan organofosfat juga dapat memperpanjang interval QT. Interval QT yang pendek terlihat sebagai efek digitalis dan hipercalcemia.
    3. Durasi QRS adalah waktu depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q (atau R bila Q tidak ada) sampai akhir gelombang S. QRS yang memanjang khas untuk gangguan antaran ventrikel, misalnya pada bundle branch block (BBB), preeksitasi (sindroma WPW) dan blok intraventrikuler, atau hipertrofi ventrikel.
Tabel Durasi QRS rerata (batas atas) sesuai usia.

0–1 bulan
1-6 bulan
6 bln – 1 th
1 – 3 th
3-8 th
8-12 th
12-16 th
Dewasa

Detik
0.05 (0.07)
0.05 (0.07)
0.05 (0.07)
0.06 (0.07)
0.07 (0.08)
0.07 (0.09)
0.07 (0.10)
0.08 (0.10)

  1.  Durasi dan amplitudo gelombang P
Gelombang P yang tinggi mengindikasikan hipertrofi atrium kanan (RAH), sedangkan gelombang P yang durasinya panjang mengindikasikan hipertrofi atrium kiri (LAH).
Kalau gelombang P meruncing keatas (peaked P wave) – jadi kesamping mungkin normal (1-3 kotak kecil) dan keatas (lebih dari 3 kotak kecil) berarti ada gangguan yang kemungkinan disebabkan oleh :
  1. COPD (Chronic Obstruction Pulmonary Diseases) – Astma bronkhiale, Emphysema atau Bronchitis kronik
  2. Kelainan katup jantung kiri (mitral) atau kanan (trikuspid) seperti MS (mitral stenosis) atau MI (Mitral insufisiensi)
  3. Atrial Hipertropi juga bisa; contoh (di lead II), dapat membentuk huruf seperti v (notchead P wave) seperti pada Left Atrial Hipertropi( anonim, 2007).

Kalau gelombang P melebar kesamping (lebih dari 3 kotak kecil) keatas bisa normal atau lebih dari 3 biasanya akibat : Sino atrial block/gangguan hantaran jantung
Kalau gelombang P negatif (kebawah) pada lead II biasanya disebabkan adanya pacemaker (pasien menggunakan alat pacu jantung) atau ectopic focus (adanya impuls diluar dari SA node) (anonim,2007).
Kalau gelombang P hilang /tidak ada : dapat terjadi pada VF (Ventrikel Fibrilasi) atau VT – (Ventrikel Tacycardia)jadi tidak ada impuls SA node dari atrium, ventrikel cuma bergetar- getar saja (sangat berbahaya, mengancam jiwa dan siapkan DC shock – 200 – 360 joules), dan CPR – kalau gagal bisa asystole atau flat atau KO IT (+).
Contoh gambaran pada hiperkalemia gelombang P bisa juga hilang atau kecil dan juga pada  Atrial Fibrilasi( anonim, 2007).

  1. Amplitudo QRS, rasio R/S dan gelombang Q yang abnormal
    1. Amplitudo QRS
      1. Amplitudo QRS yang tinggi terlihat pada hipertrofi ventrikel dan gangguan hantaran ventrikel (misal sindroma WPW)
      2. Amplitudo QRS yang rendah terlihat pada perikarditis, miokarditis, hipotiroid dan neonatus yang normal.
      3. Rasio R/S
1)      Pada bayi dan anak yang normal, rasio R/S pada sadapan prekordial kanan besar karena gelombang R yang tinggi, sedangkan pada sadapan prekordial kiri kecil karena gelombang S yang dalam. Rasio R/S yang abnormal terlihat pada hipertrofi ventrikel dan gangguan hantaran ventrikel.
  1. gelombang Q yang abnormal
a)      Gelombang Q yang dalam di sadapan prekordial kiri terlihat pada hipertrofi ventrikel akibat kelebihan beban volum.
b)      Gelombang Q yang dalam dan lebar terlihat pada infark miokard dan fibrosis miokard.
c)      Adanya gelombang Q di V1 terlihat pada RVH berat, inversi ventrikel, single ventrikel, dan kadang-kadang juga pada neonatus.
d)     Gelombang Q yang tak terlihat pada V6 terjadi pada inversi ventrikel.
  1. Segmen ST dan gelombang T.
  1. Depresi segmen ST terjadi pada perikarditis, iskemia atau infark miokard, hipertrofi ventrikel yang berat dengan strain, dan efek digitalis. Umumnya depresi segmen ST disertai gelombang T yang terbalik.
  2. Gelombang T yang tinggi terlihat pada hiperkalemia, LVH akibat kelebihan volum, dan cerebrovascular accident. Gelombang T yang datar atau rendah terlihat pada neonatus yang normal, atau pada hipotiroid, hipokalemia, efek digitalis, perikarditis, miokarditis, iskemia miokard, hiperglikemia atau hipoglikemia.

Prosedur Pemasangan Kateter

Persiapan Alat

PEMASANGAN KATETER

Kriteria :
a. Menyiapkan lingkungan
b. Kelengkapan alat dan Douwer kateter steril
c. Ukuran kateter disesuaikan usia
d. Mengatur posisi dorsal recumbent
e. Melakukan desinfeksi pada meatus
f. Mengoleskan pelumas steril pada ujung kateter
g. Memasukkan kateter dengan hati-hati
h. Melakukan fiksasi kateter
i. Mamasang urine bag
j. Membersihkan daerah genital secara teratur pagi, siang dan malam
k. Observasi respon klien, tanda-tanda infeksi, jumlah, kelainan dan kelancaran aliran urine

Pengertian :
Kateterisasi urine adalah mengeluarkan urine dari kandung kemih melalui uretra dengan memasukkan kateter
Daouwer cateter adalah kateter yang dipasang menetap didalam kandung kemih

Tujuan :
1. Mengosongkan kandung kemih
- Apabila tidak dapat buang air kecil spontan misalnya pasca operasi, tidak sadar, kelumpuhan, pasca melahirkan dll
- Sebelum operasi, misalnya section caesaria, operasi bladder sebelum Cystotomi
2. Mendapatkan urine steril sebagai bahan pemeriksaan seperti bakteriologi/ pembiakan
3. Untuk menentukan rest urine (striktur uretra dan hipertropi prostat) atau bila ada retensi urine (obstruksi uretra)

Persiapan
a. Lingkungan :
- Lindungi privasi klien dengan memasang skerem.
- Keluarga dan pengunjung untuk keluar dari kamar

b. Klien :
- Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilaksanakan
- Atur posisi dorsal recumbent

c. Alat - alat :
1. Bak Steril
2. Sarung tangan steril 1 pasang
3. Kassa steril
4. Sarung Tangan bersih 1 pasang
5. 1 duk steril
6. 1 duk lobang steril
7. Kapas sublimat dalam tempatnya
8. Pinset anatomis
9. Spuit 5-10 cc
10. Aquades
11. Kom
12. Pelumas atau jeli
13. Lampu k/p
14. Selang drainase dan urine bag
15. Keteter
16. Plester
17. Selimut mandi
18. Pengalas
19. Kantong sampah atau bengkok
20. Handuk mandi
21. Waslap

Prosedur pelaksanaan :
A. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak

B. Fase Kerja
Pada Wanita :
1. Mendekatkan alat-alat ke klien
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada klien
3. Menutup pintu, tirai dan jendela kamar klien
4. Mencuci tangan
5. Memakai sarung tangan bersih
6. Berdiri di sebelah kanan tempat tidur
7. Memasang selimut mandi.
8. Memberitahukan kepada klien dan melepas pakaian bawah klien
9. Meletakkan pengalas pada bokong klien
10. Mengatur posisi klien dorsal recumbent
11. Siapkan urine bag, naikkan selang letakkan disisi tempat tidur.
12. Posisikan lampu menyinari daerah perineal (k/p)
13. Buka kateter dari bungkusnya, jaga kesterilan
14. Tuangkan jeli/ pelumas pada kasa steril
15. Lepas sarung tangan, gunakan sarung tangan steril
16. Ambil duk steril, letakkan diantara paha klien
17. Ambil duk bolong dan tutup daerah perineal klien
18. Berikan jelli pada ujung kateter
19. Dengan tangan non dominan buka labia pertahankan posisi ini sepanjang prosedur
20. Dengan tangan dominan ambil kapas dengan pinset bersihkan daerah perineal, usap dari klitoris ke anus
21. Ambil kateter 7,5-10 dari ujung. Letakkan ujung lain ke dalam wadah penampung. Pegang kateter dengan pinset
22. Minta klien untuk tidak mengedan, anjurkan tarik nafas sambil memasukkan cateter melalui meatus.
23. Dorong cateter 5-7,5 cm pada orang dewasa / 2,5 pada anak-anak atau sampai urine mengalir dari ujung kateter.
24. Lepaskan labia dan pegang kateter dengan tangan non dominan.
25. Tamping urine sesuai kebutuhan apabila diperlukan pemeriksaaan.
26. Hubungkan ujung kateter dengan selang urine bag
27. Injeksikan sejumlah total larutan, setelah balon mengembang tarik cateter sampai terasa tahanan.
28. Plester katetet ke bagian paha dengan memperhatikan aliran urine.
29. Lepasakan sarung tangan dan bereskan peralatan
30. Bantu klien ke posisi yang nyaman
31. Cuci tangan

Pada pria :
1. Mencuci tangan
2. Pasang hanscoon bersih
3. Alat –alat didekatkan pada sisi tempat tidur klien
4. Buka pakain bawah klien, dan tutup dengan selimut, sehingga yang Nampak hanya daerah genetalianya saja.
5. Atur posisi dorsal recumbent dan pasang pengalas letakkan bengkok diantara tungkai
6. Bersihkan penis (meatus uretra) dan area sekitar genetalia dengan kapas/ kas, mulai dari meatus ke bagian bawah sampai bersih dan keringkan dengan kassa steril.
7. Buka urine bag dan gantung pada sisi tempat tidur, perhatikan posisi urine bag dalam kondisi terkunci.
8. Pasang sarung tangan steril
9. Ambil kateter, pertahankan kateter dalam keadaan steril dan hubungkan bagian drainage urine dengan selang urine bag. Tindakan ini dilakukan apabila tidak tidak dilakukan pemeriksaan.
10. Ujung kateter diberi pelumas/ jelly 12,5 -17,5 cm
11. Batang penis dibungkus dengan kassa steril
12. Dengan tangan non dominan [prepusium ditarik kea rah pangkal. Pegang penis pada batang tepat dibawah glans. Regangkan meatus uretra diantara ibu jari dan jari telunjuk. Penis diarahkan keatas.
13. Pegang dekat ujung kateter 7,5 -10 cm dengan tangan dominan dan dapat pula menggunakan pinset dan masukkan ujung kateter ke dalam meatus uretra dengan hati-hati/ perlahan secara tegak lurus, dan minta klien untuk menarik nafas dalam dan hindari mengedan.
14. Bila urine tanpak keluar, terus dorong masukkan kateter secara perlahan sampai mendekati pangkal kateter.
15. Bila urine untuk pemeriksaan, tampung pada botol steril.
16. Kembangkan balon dengan spuit.
17. Plester kateter pada bagian atas paha, yakinkan kateter tidak bergerak bebas.
18. Bantu klien ke posisi yang nyaman
19. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

C. Fase Terminasi
1. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan dating

Dokumentasikan
Hasil prosedur, ukuran kateter, jumlah urine, karakteristik urine dan respon klien.


Hal hal yang perlu diperhatikan ;
1. Menjaga privasi klien
2. Alat-alat harus steril, dan bekerja harus memperhatikan tekhnik septic dan antiseptic
3. Keteter dimasukkan secara perlahan dan hati-hati, jagan sampai salah masuk dan menyebabkan rasa sakit pada klien
4. Jangan mendorong paksa kateter bila terjadi tahanan
5. Ingatkan klien agar tidak menarik kateter.